Denpasar - Para pemuda dan pemudi di Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar, menggelar tradisi unik yang disebut "Omed-omedan", yang berlangsung turun temurun, yakni ciuman massal yang dilakukan sehari pascanyepi atau "Ngembak Geni".
Kegiatan yang disaksikan ribuan warga dari berbagai penjuru Denpasar di Jalan Sesetan, di banjar setempat, diikuti puluhan pemuda dan pemudi peserta aksi perhelatan ciuman massal yang digelar sebagai wujud kebahagiaan.
Para peserta "Omed-omedan" khusus mereka yang belum menikah, yakni yang berumur mulai 17 hingga 30 tahun atau yang sudah dewasa.
"Sesuai namanya, Omed-omedan berarti saling tarik-menarik yang dalam budaya setempat, sampai saat ini terus kami lestarikan," ujar Ketua Panitia Bayu Surya Parwita, di sela aksi, Minggu (6/3/2011).
Sebelum acara digelar, lebih dahulu diawali persembahyangan bersama antar peserta Omed-omedan di Pura Banjar guna memohon keselamatan dan kelancaran selama berlangsungnya acara.
Usai sembahyang, peserta dibagi dalam dua kelompok, pria dan wanita. Ada sekira 50 pemuda berhadapan dengan 50 pemudi berpakaian adat.
Setelah ada aba-aba dari para sesepuh desa, kedua kelompok saling bertemu satu sama lain dan peserta pria yang berada di posisi terdepan harus bisa mencium peserta wanita. Aksi ini semakin seru karena ribuan penonton yang memadati sekitar lokasi Omed-omedan, bersorak menyemangati mereka.
Aksi itu dilakukan berulang-ulang, silih berganti dan setiap peserta pria ataupun wanita menunjuk salah seorang rekan mereka untuk beradu ciuman di barisan terdepan. mereka semakin bersemangat setelah panitia mengguyurnya dengan air dan diiringi tabuan musik beleganjur.
Kegiatan Omed-omedan disebut-sebut telah menjadi tradisi budaya bahkan belakangan menjadi ajang yang menarik untuk destinasi wisata.
Konon, menurut cerita warga, suatu waktu pernah kegiatan ini tidak digelar, lantas muncul musibah yang ditandai dua ekor babi saling berperang.
Akhirnya para sesepuh desa sepakat menggelar prosesi Omed-omedan untuk menjauhkan desa dari bencana lebih besar lagi.
Sebelum acara digelar, lebih dahulu diawali persembahyangan bersama antar peserta Omed-omedan di Pura Banjar guna memohon keselamatan dan kelancaran selama berlangsungnya acara.
Usai sembahyang, peserta dibagi dalam dua kelompok, pria dan wanita. Ada sekira 50 pemuda berhadapan dengan 50 pemudi berpakaian adat.
Setelah ada aba-aba dari para sesepuh desa, kedua kelompok saling bertemu satu sama lain dan peserta pria yang berada di posisi terdepan harus bisa mencium peserta wanita. Aksi ini semakin seru karena ribuan penonton yang memadati sekitar lokasi Omed-omedan, bersorak menyemangati mereka.
Aksi itu dilakukan berulang-ulang, silih berganti dan setiap peserta pria ataupun wanita menunjuk salah seorang rekan mereka untuk beradu ciuman di barisan terdepan. mereka semakin bersemangat setelah panitia mengguyurnya dengan air dan diiringi tabuan musik beleganjur.
Kegiatan Omed-omedan disebut-sebut telah menjadi tradisi budaya bahkan belakangan menjadi ajang yang menarik untuk destinasi wisata.
Konon, menurut cerita warga, suatu waktu pernah kegiatan ini tidak digelar, lantas muncul musibah yang ditandai dua ekor babi saling berperang.
Akhirnya para sesepuh desa sepakat menggelar prosesi Omed-omedan untuk menjauhkan desa dari bencana lebih besar lagi.
Terkait kegiatan itu, Bendesa Pekraman Sesetan I Wayan Meganadha didampingi Penanggung Jawab I Ketut Astawa mengatakan atraksi budaya Omed-omedan merupakan tradisi turun temurun dan ada jauh sebelum masa penjajahan.
“Kami generasi muda ingin melestarikan dan mengkemas kegiatan ini lebih modern lewat festival setelah Nyepi kami ingin memberikan makna lebih dalam kegiatan budaya ini, tidak sekadar hura-hura,” ucapnya.(lam)
“Kami generasi muda ingin melestarikan dan mengkemas kegiatan ini lebih modern lewat festival setelah Nyepi kami ingin memberikan makna lebih dalam kegiatan budaya ini, tidak sekadar hura-hura,” ucapnya.(lam)
No comments:
Post a Comment